Setija berangkat ke Pasetran Gandamayit sambil bawa tas punggung seperti Buni Yani. Boma Narakasura bertemu dwitunggal Pendita Durna – Patih Sengkuni. Mereka dikenal sebagai tokoh antagonis, aktivis Lembaga Intrik dan Pengembangan Isyu. Urusan dengan mereka berarti uang. Durna yang ahli ilmu kebatinan, menjual ayat-ayat kitab sucinya demi segepok uang. Bahkan ketika kitab suci acuan padepokan Sokalima itu dicetak masal untuk keluarga Kurawa, Durna dan Patih Sengkuni masih juga mbathi (cari untung). Anehnya, kedua tokoh itu hanya jadi saksi, tak pernah naik status jadi tersangka.
“Nakmas Boma Nrakasura mau ke mana? Saya denger-denger mau ikut nyalon Wahyu Senopati, ya?” ujar Durna to the point.
“Memang begitu Eyang Begawan, tapi elektabilitasku kecil. Bahkan bapakku mengganjalnya pula.” Ujar Boma Nrakasura sekalian curhat.
“Bapakmu memang begitu. Kalau saya punya kuasa, oo…..sudah kudubeskan ke Somalia dia…..” kata Patih Sengkuni ikut nimbrung.
Durna dan Sengkuni lalu mengendors dan menyemangati agar tetap maju. Karena memang bukan jalurnya, apa salahnya pakai jalur independen saja. Cukup kumpulkan beberapa ribu KTP wayang, diferivikasi KPW (Komisi Pemilu Wayang), sudah resmi jadi peserta Pilwahsen (pilihan wahyu senopati). Kata Durna, pihaknya punya koneksi Betari Durga yang sangat menentukan.
“Tapi kalau Eyang hanya menyarankan juga ke Betari Durga, aku pun bisa jalan sendiri.”
“Oo, beda, beda. Paling di sana kamu ambil nomer, ngantri berjam-jam. Bersama aku bisa lewat pintu belakang, langsung ketemu Eyang Betari di kamar kerjanya,” kata Durna lagi meyakinkan.
Boma Narakasura diantar Durna – Sengkuni sowan Eyang Betari Durga. Memang benar, bersama dwi tunggal Ngastina itu raja negeri Trajutrisna bisa ketemu langsung Eyang Betari. Durna sebagai Jubir berdialog dengan Betari Durga, menyampaikan misinya. Tak lama kemudian Betari Durga telpon Hyang Betara Guru. Katanya, besuk pagi suruh langsung menghadap ke Bale Marcakunda dengan bawa segala persyaratannya termask e-KTP dan bukti pembayaran TA (Tax Amnesty).
Dengan harap-harap cemas, Boma Nrakasura pagi itu menghadap Betara Guru. Satu map tebal berisi dokumen pencalonan Wahyu Senopati diserahkan. Betara Guru menerimanya dengan senyum-senyum.
“Kebetulan peminat baru Gatutkaca, siapa tahu kamu yang bernasib baik. Tapi ngomong-ngomong itu Lumpur Trajutrisno belum beres juga. Bayar segera dong, kasihan rakyat. Mereka bakal mengutuk dunia akhirat…,” sindir Betara Guru.
“Tinggal 10 persen Oom, akhir Desember juga beres.” Boma Nrakasura merah padam mukanya. Kok tahu aja penguasa kahyangan ini.
Hingga ditutup waktu pendafaran Wahyu Senopati, peminatnya ternyata hanya Gatutkaca dan Boma Narakasura. Semua persyaratan telah dipenuhi dengan lengkap. Lalu bagaimana cara menyeleksinya? Pingsut, itu terlalu menyederhanakan persoalan. Atau lewat Pilwahsen langsung melibatkan semua penduduk? Dananya tak mencukupi. Maka jalan satu-satunya khas cara wayang, harus diselesaikan lewat peperangan.
Gatutkaca dan Boma Nrakasura pun sudah bersiap-siap di Tegal Kurusetra, calon ladang pertempuran Baratayuda kelak. Didukung dan disponsori para pengembang masing-masing, pertempuran pun berlangsung di atas panggung 10 X 5 M. Beberapa kali Boma Nrakasura bisa dikalahkan, dia pingsan kena ajian Brajamusthi milik Gatutkaca. Tapi ketika disiram cairan pekat dari Lumpur Trajutrisno, tiba-tiba Boma Nrakasura bangkit kembali, rosa-rosa macam Mbah Marijan.
“Petruk, cepat kamu cari akal.” Perintah Werkudara diam-diam.
Ronde ke-5 pertempuran Gatutkaca – Boma Narakasura berlanjut. Seperti sebelumnya, setiap raja Trajutrisna KO, langsung disiram Lumpur Trajutrisno. Tapi meski sudah habis bergalon-galon, Boma Nrakasura tak juga siuman. Sampai hitungan ke 50 tak juga bangun, kecuali bilang: mundur. Hari itu juga Gatutkaca dinobatkan sebagai pemenang Wahyu Senopati. Kubu Ngamarta pun bertepuk tangan membahana.
“Kamu apakan lumpur itu Truk?” Harjuna bertanya bisik-bisik.
“Cuma tak campuri miras oplosan.”
Prabu Boma Narakasura yang sudah mati suri segera diboyong oleh Prabu Kresna ke Trajutrisna. Setelah dibekam dan diberi minum air rendaman Kembang Cangkok Wijayamulya, bisa sehat kembali. Tapi itu tak bisa lagi membatalkan gelar Wahyu Senopati untuk Gatutkaca. Memangnya Ketua DPR, sudah mundur pengin balik kembali.
Cerita disadur dari KBK oleh Dalang Ki Guna Watoncarita.